Muharram dan Momentum Hijrah di Akhir Zaman

وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (QS. Ibrahim: 5)

 

Andalus.or.id- Semua hari di dunia ini hakikatnya adalah hari-hari Allah. Seluruh bentang waktu sejak penciptaan langit dan bumi hingga berakhirnya kehidupan dunia juga hari-hari Allah. Namun, di antara semua hari itu ada peristiwa sejarah kehidupan manusia yang memiliki nilai berbeda di sisi Allah.

Ada banyak penafsiran tentang hakikat hari-hari Allah yang harus dijadikan sebagai peringatan bagi manusia. Hari hari di bulan Muharram adalah di antara yang paling banyak diingatkan Allah tentangnya. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna sumpah Allah dalam surah Al Fajr, ‘walayalinasyr’ (demi malam yang sepuluh) adalah sepuluh hari pertama di bulan Muharram.

Terlalu banyak peristiwa besar yang terjadi sejak Allah menurunkan nabi Adam ke dunia hingga diutusnya Nabi Muhammad ﷺ yang berlangsung di bulan Muharram. Bahkan secara khusus Nabi Muhammad ﷺ menyebut bulan Muharram adalah syahrullah (bulan Allah).

Muharram dijadikan sebagai awal bulan hijriah berdasar ijma para sahabat, sehingga tidak seorang umat Islam pun yang menyelisihinya. Penetapan itu melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan para sahabat senior. Baik penetapan kapan dimulainya tahun baru Islam maupun bulan pertamanya, sangat serat dengan hikmah dan pelajaran.

Pilihan tahun baru Islam yang mengambil momentum hijrahnya nabi Muhammad ﷺ ke Madinah memiliki banyak pesan. Saat sahabat Ali bin Abi Thalib ra mengusulkan hal itu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattabra, maka Umar berkata

الهجرة فرقت بين الحق والباطل فأرخوا بها

Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.”

Ya, momentum hijrah itu merubah keadaan umat Islam dalam semua dimensinya. Ada banyak hal yang bisa kita saksikan;

Petama, dalam ibadah, sebelum hijrah kaum muslimin tidak bisa beribadah dengan tenang. Abu Zar Al Ghifari, Ibnu Mas’ud dan sahabat lain harus mengalami penyiksaan hanya karena shalat dan membaca Al-Quran di depan Ka’bah. Bahkan Nabi ﷺ juga pernah dilempari kotoran dan isi perut binatang saat shalat di depan Ka’bah. Hal itu sudah tidak terjadi lagi saat mereka sudah membangun masjid Quba di Madinah.

Kedua, dalam hal ekonomi, sebelum hijrah mereka mengalami boikot ekonomi yang sangat menyiksa. Peristiwa boikot ekonomi selama 3 tahun membuat Nabi dan para sahabat hidup dalam kesulitan yang amat sangat. Namun setelah mereka hijrah, kelapangan ekonomi dan kemandirian pangan terwujud di Madinah. Umat Islam memiliki pasar sendiri, dan mereka memiliki system ekonomi yang mandiri.

Ketiga, dalam hal politik, sebelum hijrah status Nabi dan para sahabat selalu menjadi korban bulli dan pembunuhan karakter. Sebagian menjadi buron dan lainnya harus mengalami siksaan. Setelah hijrah, terlebih setelah perjanjian Hudaibiyah, maka status Nabi Muhammad ﷺ yang sebelumnya buronan, kini resmi menjadi pemimpin tertinggi Madinah yang memiliki kekuasan politik tertinggi. Piagam Madinah tercatat sebagai undang undang tertua yang pernah dibuat oleh manusia dalam membentuk sebuah negara.

Keempat, dalam kontek sosial, maka terbentuk sebuah komunitas baru yang unik karakternya. Saat di Mekah, maka status sosial mereka terpinggirkan, para budak tak henti mendapat intimidasi dari tuan tuan mereka yang masih musyrik. Namun saat mereka di Madinah, maka status masyarakat Madinah ditentukan oleh ketaqwaan yang siapapun berhak menyandangnya.

Kelima, dalam perkembangan dakwah, selama 13 tahun di Mekah, maka hanya sekitar 100 orang yang masuk Islam. Padahal nabi berdakwah dengan lemah lembut, akhlak karimah, kesantunan dan penuh cinta. Namun yang menolak lebih banyak dari pada yang menerima. Berbeda saat nabi sudah berada di Madinah, maka hanya dalam rentang waktu 10 tahun, lebih dari 100.000 manusia memeluk ajaran Islam. Keberhasilan mengajak manusia kejalan Allah itu tidak bisa dipisahkan dari kekuatan politik, ekonomi, budaya, dan militer yang dimiliki oleh umat Islam.

Keenam, secara militer, saat di Mekah umat Islam tidak memiliki kekuatan yang diperhitungkan. Berbeda saat mereka di Madinah, kekuatan mereka bukan hanya ditakuti oleh Arab musyrikin Quraisy, namun juga seluruh wilayah jazirah hingga Persia dan Romawi mulai merasakan kekukatan baru yang siap mengguncang singgasana mereka. Tercatat selama 10 tahun di Madinah, ada lebih dari 70 ghazwah dan sariyah yang terjadi.

Singkatnya, hijrah telah menjadi titik tolak perubahan yang fundamental pada kaum muslimin saat itu. Hijrah merubah 180 derajat keadaan, warna hidup dan masa lalu mereka. Semua doa dan harapan mereka menjadi kenyataan setelahhijrah. Maka layaknya ia menjadi momen yang harus diingatkan, Fadzakkirhumbiayyamillah, ingatkan mereka dengan hari-hari Allah.

Momen Muharram yang tidak bisa dipisahkan dari semangat hijrah, tentunya menjadi relevan bagi setiap muslim untuk merancang masa depan yang lebih baik. Momen Muharram adalah momen perubahan untuk mampu melewati badai fitnah dan ujian di akhir zaman. (Ust. Abu Fatiah Al-Adnani)

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button