Dahsyatnya Skenario Kecurangan Pemilu 2024

Andalus.or.id – Indonesia baru saja menggelar pesta demokrasi lima tahunan pemilu serentak pemilihan presiden dan pemilihan legislatif pada Rabu (14/02) lalu.
Hingga sekitar satu bulan ke depan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penghitungan suara (real count) dan hasilnya baru akan diumumkan pada Maret mendatang.
Namun dalam hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei setelah pemungutan suara, pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengungguli dua pesaingnya pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Prabowo lantas mendeklarasikan kemenangannya dan optismistis dirinya akan menang satu putaran.

Meski begitu, hasil quick count yang ditampilkan lembaga survei bukan hasil resmi pemilu, sebab hasil perhitungan suara yang resmi akan disampaikan langsung oleh KPU.
Dua pesaing Prabowo, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sama-sama akan menunggu hasil resmi KPU, dengan Ganjar mengatakan pihaknya masih bekerja memantau penghitungan suara dan dugaan kecurangan dalam pemilu.
Geliat Kecurangan Tercium
Koalisi Masyarakat Kawal Pemilu Demokratis menemukan berbagai dugaan kecurangan Pemilu 2024 dan mendorong masyarakat mengusutnya.
“Sudah saatnya kelompok masyarakat sipil merapatkan barisan dan bergerak menyelamatkan demokrasi Indonesia,” ujar Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam keterangan tertulis, Sabtu, 17 Februari 2024.
Pihaknya melihat dugaan itu semakin kuat usai hari pencoblosan. Misalnya, terkait penggelembungan suara pasangan calon (paslon) tertentu yang dinilai tak lazim. Terlebih, dalih penyelenggara yang menyalahkan sistem perihal salah input.

di tujuh provinsi menemukan logistik surat suara banyak yang tercoblos, tertukar dan hilang. Kemudian ada pula laporan kotak suara tidak tersegel, tempat pemungutan suara terlambat dimulai hingga TPS yang tak aksesibel terhadap disabilitas.
Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyebut dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 “lebih parah” ketimbang pemilu sebelumnya.
Sebab menurut Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, selain karena indikasinya terjadi di banyak provinsi juga tak ada gerak cepat yang dilakukan Bawaslu sebagai pengawas.
Padahal insiden kecurangan atau pelanggaran pemilu akan berdampak pada kepercayaan publik atas pelaksanaan pemilu.
Ia pun mendapat kabar bahwa “ada dugaan transaksional” dalam insiden ini yang dilakukan penyelenggara negara di tingkat atas untuk memenangkan salah satu calon.
“Ini kejadian luar biasa dan menjadi preseden buruk di Pemilu 2024.”
Selain mencatat persoalan logistik pemilu, DEEP Indonesia juga menemukan ada kelalaian penyelenggara pemilu.
Disebutkan ada 32 TPS yang membuka tempat pemungutan suara di atas jam 07.00 pagi, kotak suara tidak tersegel, TPS yang tidak aksesibel terhadap disabilitas, pemilih tidak menerima formulir C pemberitahuan KPU, TPS direlokasi karena bencana, dan saksi terlambat memberikan mandat serta tak tersedianya alat bantu tunanetra.
Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, mengatakan pihaknya sudah melaporkan dugaan pelanggaran dan kecurangan itu ke Bawaslu setempat maupun pusat berserta bukt-bukti yang mereka miliki.
Tapi dia mengaku pesimistis Bawaslu bakal bergerak cepat menyelidiki kasus-kasus dugaan kecurangan.
Sebab katanya, selama 75 hari tahapan kampanye saja “peluit Bawaslu masih senyap”.
Berbeda dengan yang terjadi pada 2019 lalu yang mana badan pengawas langsung menindak pelaku pelanggaran.
“Bawaslu ini terlalu fokus pada pencegahan dan imbauan dibandingkan penindakan pelanggaran. Padahal justru ketika di lapangan tidak bisa dicegah dan diimbau, harus ditindak secara serius,” jelasnya.