Ibu Madrasah Bagi Anak-anaknya

Andalus.or.id – Baik dan buruknya masyarakat tidak dapat dilepaskan dari peran wanita. Jika wanitanya memiliki akhlak yang baik, keyakinan yang kokoh dan tanggung jawab yang besar, maka akan tercipta masyarakat yang baik pula. Sebaliknya, jika wanitanya penuh dengan berbagai penyimpangan, meninggalkan nilai-nilai Islam dan jauh dari akhlak yang terpuji, maka akan tercipta masyarakat yang rusak, jauh dari nilai-nilai Islam.

Pentingnya peran wanita ini, sekarang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam dengan menghancurkan akhlak wanita. Merusak aqidah mereka. Wanita dijadikan sebagai bahan eksploitasi dengan slogan-slogan kebebasan wanita, toleransi, modernisasi, reformasi dan berbagai slogan-slogan lain yang menyesatkan.

Banyak wanita mengganti peran laki-laki. Kantor, lembaga pendidikan, mal, supermarket, jalan raya dan bahkan kuli bangunan tak lepas dari pekerja wanita. Tempat-tempat hiburan, iklan, wisata, hotel dan lainnya banyak didominasi wanita.

Karena itu, Rasulullah ﷺ mengingatkan agar kita berhati-hati terhadap fitnah dunia dan wanita. Hal ini sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya dunia itu manis dan menggiurkan, dan sesungguhnya Allah menyerahkannya kepada kalian, kemudian Allah hendak melihat apa yang akan kalian perbuat terhadapnya. Maka berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita” .

Baca artikel lainnya: Khadijah Teladan Bagi Istri Shalihah

Dalam masyarakat jahiliyah, wanita menempati posisi yang rendah dan hina. Bahkan kehadirannya dianggap sebagai musibah dan petaka. Dalam masyarakat Yunani dan Romawi, wanita hanyalah sekedar pemuas nafsu laki-laki. Begitu pula yang terjadi dalam peradaban Persia, Cina dan India. Namun dalam Islam, justru wanita ditempatkan dalam derajat yang tinggi dan mulia.

Wanita Madrasah Anak-anaknya

Ada pepatah ‘Sesungguhnya dibelakang setiap tokoh yang agung, terdapat wanita yang agung’.  Keberhasilan seorang laki-laki tidak dapat dilepaskan dari peran wanita yaitu istri. Termasuk keberhasilan Rasulullah ﷺ, tidak dapat dilepaskan dari peran istri-istrinya seperti Khadijah, A’isyah dan lainnya.

Dalam melahirkan generasi shalih dan shalihah, tak dapat dipungkiri peran seorang ibu. Tak heran ada istilah ibu adalah madrasah bagi putra-putrinya. Hal ini sebagaimana ungkapan penyair; “Seorang ibu adalah madrasah bagi para putranya. Mempersiapkannya adalah mempersiapkan bangsa yang mulia. Seorang ibu adalah taman. Jika kau rawat dia, niscaya tumbuh subur menghijau. Seorang ibu adalah guru dari guru yang pertama. Gerak geriknya mempengaruhi seluruh ufuk.”

Keberhasilan Al Khansa’ adalah contoh keberhasilan menjadikan madrasah bagi anak-anaknya. Setelah mengenal Islam, dengan kepiawaiannya membuat syair, ia mengobarkan semangat anak-anaknya untuk membela agama Allah.

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian telah masuk Islam dengan ketaatan. Kalian telah berhijrah dengan sukarela. Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia, sesungguhnya kalian adalah putra-putra dari seorang wanita yang tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian. Kalian juga tidak pernah memerlukan paman kalian, tidak pernah merusak kehormatan kalian dan tidak pula berubah nasab kalian. Kalian mengetahui apa yang telah Allah janjikan bagi kaum muslimin berupa pahala yang agung bagi yang memerangi orang-orang kafir. Dan ketahuilah, negeri yang kekal lebih baik dari negeri yang fana. Ketika datang waktu esok, dan Allah menghendaki kalian masih selamat, persiapkanlah diri kalian untuk memerangi musuh dengan penuh semangat. Memohonlah kepada Allah untuk kemenangan kaum muslimin. Jika kalian melihat perang berkecamuk, api telah berkobar, terjunlah kalian ke medan laga. Bersabarlah kalian menghadapi panasnya perjuangan, niscaya kalian akan berjaya dengan ghanimah dan kemuliaan atau syahid di negeri yang kekal.”

 

Begitulah Al Khansa’ memberikan semangat kepada keempat putranya untuk berperang di jalan Allah. Menghujam dalam diri anak-anaknya. Dengan semangat mereka berjuang, sampai akhirnya semuanya gugur di medan laga. Saat berita kematian keempat anaknya disampaikan kepada Al Khansa’, lahirlah ucapannya yang cukup masyhur dan tercatat dalam tinta sejarah umat Islam. “Segala puji bagi Allah yang memuliakan diriku dengan syahidnya mereka, dan aku berharap kepada Rabb-ku agar Dia menyatukan diriku dengan mereka dalam rahmat-Nya.”

Mendidik Anak Pekerjaan yang Mulia

Hari ini, ibu di rumah mendidik anak dianggap hina. Akibatnya, banyak wanita mengejar karir, jabatan dan pekerjaan. Dampaknya, berkurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya. Sisi lain, seorang ibu karir harus memerankan peran ganda sebagai ibu yang harus mengasuh dan mendidik anak-anaknya, juga sebagai seorang pekerja yang tidak jarang dituntut untuk memenuhi aturan-aturan tempat pekerjaan. Akibatnya, pendidikan anak terabaikan. Parahnya, persepsi orang tua merasa cukup jika anak telah dipilihkan tempat sekolah yang nyaman, besar dan favorit.

Problem lain adalah cara pandang yang salah bahwa wanita harus bekerja di luar rumah. Wanita bekerja bukan untuk membantu suami, tetapi lebih sebagai pemenuhan status sosial. Dalam persepsi masyarakat, wanita yang bekerja lebih bercitra positif daripada wanita yang hanya sebagai ibu rumah tangga.

Baca artikel lainnya: Besarnya Peran Wanita Bagi Kejayaan Islam

Persepsi salah bahwa ibu rumah tangga yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya dianggap pekerjaan remeh juga pernah terjadi pada masa sahabat. Asma’ binti Yazid mewakili kaum wanita datang menemui Rasulullah ﷺ.  Kaumnya merasa iri dengan laki-laki yang mempunyai banyak kebebasan seperti menjenguk orang sakit, melayat jenazah, haji, jihad dan lainnya. Sementara wanita hanya berada di rumah, mengurusi keluarga, anak, mengandung, melahirkan, mencuci pakaian. Apakah amal mereka sama dengan amal laki-laki? Apakah pahala mereka sama dengan pahala laki-laki? Tanyanya kepada Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ menjawab, “Sampaikan apa yang akan aku katakan nanti kepada wanita-wanita selainmu. Bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, meminta keridhaan suaminya, mengikuti (patuh terhadap) apa yang disetujuinya, semuanya setimpal dengan seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki”. Mendengar itu, Asma’ pergi dengan rasa gembira. Sungguh, betapa mulianya tugas wanita, menjadi madrasah bagi anak-anaknya. (Mulyanto)

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button