Khutbah Jumat: Berlelah-lelah Demi Meraih Jannah

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَصْلَحَ الضَمَائِرَ، وَنَقَّى السَرَائِرَ، فَهَدَى القَلْبَ الحَائِرَ إَلَى طَرِيْقِ أُوْليِ البَصَائرِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأشْهَدُ أَنَّ سيِّدَناَ وَنَبِيَناَ مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُه، أَنْقَى العَالَمِيْنَ سَرِيْرةً وَأَزْكاَهُمْ سِيْرَةً، (وَعَلَى آلَهَ وَصَحْبِهَ وَمَنْ ساَرَ عَلَى هَدْيِهِ إِلىَ يَومِ الدِّيْنِ. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Dunia adalah ladang untuk beramal. Tempat untuk mengerjakan berbagai amal shalih. Tempat yang penuh kelelahan dan kepayahan. Bukan negeri untuk memuaskan diri dengan berbagai macam kenikmatan. Sedangkan negeri akhirat adalah tempat untuk menikmati hasil dari berbagai amal shalih kita di dunia.
Allah berfirman tentang keadaan penduduk surga:
لَا يَمَسُّهُمۡ فِيهَا نَصَبٞ وَمَا هُم مِّنۡهَا بِمُخۡرَجِينَ
“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya.” (QS Al-Hijr: 48).
Dalam ayat lain disebutkan:
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّـهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ . الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِن فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
“Dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu’.” (QS Faathir: 34-35).
Sebuah Keniscayaan
Jika di surga tak ada orang yang lelah, maka sebaliknya di dunia kita harus berlelah-lelah dalam berjuang. Berjuang untuk meraih kebahagiaan di dua tempat sekaligus, yaitu di dunia dan di akhirat.
Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada kita bahwa masuk jannah itu tidaklah mudah. Harus melalui berbagai ujian yang tidak semua orang lulus melaluinya. Allah sebutkan dalam Al-Qur’an;
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُم مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Ayat ini menunjukkan bahwa termasuk sunnatullah yang tidak dapat diubah adalah memberikan ujian dan cobaan kepada orang yang menegakkan agama dan syariat-Nya. Jika seseorang bersabar dan tidak peduli terhadap rintangan yang menghadang, dia adalah orang yang benar imannya. Dia akan memperoleh kebahagiaan secara sempurna. Sebaliknya, orang yang menjadikan gangguan manusia sebagai azab Allah, yakni ia berpaling karena rintangan tersebut, maka imannya dusta.
Kita harus berjihad dan bersabar. Bersabar atas jihad yang kita tegakkan dan bersabar pula atas berbagai pelaksanaan perintah Allah seperti beribadah, berdakwah, mencari nafkah dan mengurus keluarga. Bersabar di kala mencari dan mengajarkan ilmu. Bersabar di waktu susah, miskin dan sakit.
Memang, bagi seorang Muslim, tak ada rehat dalam beramal shalih. Hidupnya selalu bergerak dari satu kebajikan ke kebajikan yang lain. Sekalipun lelah kadang menyapa, tak patut kita untuk beristirahat. Terus, teruslah bergerak.
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS Alam Nasyrah: 7).
Berikut ini gambaran apa saja rasa lelah yang akan diganjar dengan jannah:
Pertama, lelah dalam berjihad.
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh”. (QS. At-Taubah: 111)
Allah Ta’ala menyeru umat Islam untuk berjihad fi sabilillah. Jihad adalah amalan yang paling berat. Di mana harta dan nyawa, sesuatu paling dicintai manusia, dipersembahkan untuk Allah demi meraih jannah. Tidaklah seorang muslim berjihad kecuali pasti akan mengalami berbagai kelelahan, kesakitan karena luka, kelaparan dan bahkan kematian. Tetapi semuanya akan indah saat membayangkan jannah yang Allah akan berikan pada orang-orang yang sabar.
Kedua, lelah dalam beribadah dan beramal shalih.
Beribadah adalah sebuah kewajiban sebagai seorang muslim selama masih hidup di dunia. Allah Ta’ala berfirman
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyaat: 56).
Di saat menunaikan berbagai perintah seperti shalat, puasa, zakat, haji atau yang lain, setiap orang merasakan lelah. Tetapi berbahagialah, sebab Allah Ta’ala akan tidak akan mengabaikan ibadah yang kita lakukan.
وَٱصۡبِرۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Surat Hud ayat 115 ].
Ketiga, lelah dalam berdakwah.
Islam memerintah umatnya untuk berdakwah. Dakwah menjadi kewajiban sekalipun dengan menyampaikan satu ayat saja. Dakwah menjadi pekerjaan mulia para nabi dan orang-orang shalih setelah mereka. Dakwah menjadi perkataan yang paling mulia, sebagaimana firman Allah Ta’ala;
وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’.” (QS Fushshilat: 33).
Sedangkan dakwah tidaklah tegak kecuali dengan pengorbanan dan kelelahan. Pengorbanan harta, waktu, pikiran dan bahkan nyawa di saat ada kekuatan yang berusaha membungkam dakwah ini.
Keempat, lelah di saat mencari nafkah.
Ada dosa yang tidak dapat dihapus dengan Shalat dan Puasa, tetapi dapat dihapus dengan kelelahan dalam mencari nafkah untuk anak dan istri
Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat.” Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bersusah payah dalam mencari nafkah” (HR. Bukhari)
Rasulullah ﷺ juga bersabda yang artinya:
“Siapa yang mencari harta dunia secara halal, sebagai upaya untuk menjaga diri dari meminta-minta, sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dia akan menjumpai Allah dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama.” (HR. Abu Nu’aim dan Al-Baihaqi)
Subhanallah, begitu indah keberkahan dalam pernikahan, kelelahan dalam berikhtiar mencari nafkah untuk keluarga diberi pahala dan dapat menghapuskan dosa.
Kelima, lelah dalam mendidik keluarga.
Rasulullah ﷺ bersabda;
مَا مِنْ رَجُلٍ يُعَلِّمُ وَلَدَهُ الْقُرْآنَ إِلا تُوِّجَ أَبُوهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِتَاجٍ فِي الْجَنَّةِ يَعْرِفُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ بِتَعْلِيمِهِ وَلَدَهُ الْقُرْآنَ فِي الدُّنْيَا
“Tidaklah seseorang mengajarkan Al-Qur’an kepada anaknya di dunia kecuali ayahnya pada hari kiamat dipakaikan mahkota surga. Ahli surga mengenalinya dikarenakan dia mengajari anaknya Al-Qur’an sewaktu di dunia.” (HR. Thabrani, Majma’uz Zawaid: 4/166).
Di hari kiamat kelak, ada sepasang orangtua yang diberi dua pakaian indah yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi. Keduanya bingung dan bertanya: Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini? Di katakan kepada mereka: Dengan kesabaranmu mengajarkan Al-Quran kepada anak-anakmu.
Merawat dan mendidik anak untuk menjadi generasi yang shalih dan shalihah bukan urusan yang mudah. Betapa berat dan sangat melelahkan. Harta saja tidak cukup. Betapa banyak orang-orang kaya yang anaknya gagal karena mereka sibuk mencari harta, namun lalai terhadap pendidikan anak. Mereka mengira dengan uang segalanya bisa diwujudkan. Namun, uang dibuat tidak berdaya saat anak-anak telah menjadi anak yang durhaka.
Berbahagialah manusia yang selama ini merasakan kelelahan dan berhati-hatilah yang tidak mau berlelah-lelah. Segala sesuatu ada hitungannya di sisi Allah. Kebaikan yang besar mendapat keutamaan, kebaikan kecil tidak akan pernah terlupakan.
Sabar dan kuat meski lelah
Sebagai penutup, ada sebuah nasehat indah dari Ibnul Jauzi. Beliau berkata:
“Orang yang beriman kepada Allah, seperti seorang buruh harian. Masa kerjanya selama benderangnya siang. Nah, seorang yang dipekerjakan di sawah mestinya tidak memakai baju yang bersih. Semestinya ia bersabar selama masa kerja. Baru setelah selesai, ia membersihkan diri dan memakai pakaian paling bagus. Barangsiapa bersantai-santai di saat bekerja akan menyesal saat pembagian upah, ia akan menanggung akibat atas kelambanannya dalam menuntaskan pekerjaan. Poin ini akan menguatkan kesabaran.” [Shaidul Khathir, Ibnul Jauzi: 103].
Semoga Allah Ta’ala mengistaqamahkan kita meski didera dengan berbagai amal ibadah yang berat dan melelahkan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ. إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.