Qadha` Shalat yang Ditinggalkan Karena Udzur Syar’i
PERTANYAAN
Assalamualaikum Warakhmatullah wabarakatuh.
Ustadz, saudara saya keguguran di usia kehamilan 40 hari. Setelah keguguran itu ia mengeluarkan darah yang disangkanya sebagai darah nifas. Setelah meninggalkan shalat selama 5 hari barulah kami tahu bahwa darah yang keluar itu dikategorikan darah istihadhah. Apa yang harus dilakukannya terkait dengan shalat 5 hari yang ditinggalkannya? Haruskah ia mengqadha`-nya? Jika harus, bagaimana cara menunaikannya? (Amatullah via SMS)
JAWABAN
Alhamdulillah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga beliau, para sahabat, dan para pengikut setia beliau sampai hari Kiamat.
Benar bahwa perempuan yang mengalami keguguran sebelum janinnya berbentuk manusia, yakni setelah berusia lebih dari 4 bulan tidak dihukumi nifas melainkan istihadhah. Mengenai shalat selama 5 hari yang ditinggalkan karena ketidaktahuan, hukum meninggalkannya sama dengan orang yang meninggalkan shalat karena lupa. Dia meninggalkannya karena udzur syar’i hal mana Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang kelupaan atau ketiduran sehingga meninggalkan shalat, maka kaffaratnya adalah mengerjakannya begitu ia menyadarinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengannya, para ahli fiqh sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena udzur syar’i, wajib mengqadha` shalatnya. Ini berlaku untuk satu shalat maupun lebih. Dalam mengqadha`-nya ia tidak harus memperhatikan waktu asal shalat. Maknanya, boleh saja ia mengerjakan shalat Zhuhur atau ‘Ashar di malam hari dan Maghrib serta ‘Isya` di siang hari. Shalat pertama yang ditinggalkannya hendaklah dikerjakan terlebih dahulu, kemudian shalat berikutnya dan seterusnya. Jika dia belum selesai mengqadha` shalat-shalatnya, namun shalat yang wajib pada waktu itu nyaris habis waktunya, maka ia harus menyela-nyelai proses qadha`-nya dengan shalat yang wajib pada waktu itu. Setelah selesai, barulah ia melanjutkan proses qadha`-nya.
Ibnu Qudamah berkata, “Jika yang ditinggalkan itu banyak shalat, hendaklah ia menyibukkan diri dengan mengaqdha`-nya dengan catatan hal itu tidak membahayakan diri dan hartanya; seperti badannya jadi lemah atau sakit atau dia jadi terputus dari mengelola hartanya yakni terputus mata pencahariannya atau terus-menerus mengerjakan shalat mendatangkan mudharat baginya.”
Ibnu Qudamah juga berkata, “Jika ia tidak tahu jumlahnya, hendaknya ia melakukan sampai ia menduga kuat telah menunaikannya atau melebihinya.”
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang orang yang sering meninggalkan shalat, dan beliau menjawab, “Hendaklah ia mengqadha`-nya sampai ia yakin telah mengganti semua shalat yang ditinggalkannya.”
Wallahu a’lam bish shawab.