Rumah Impian
Andalus.or.id – Suatu ketika, Ummu Muhammad bersama suaminya melintasi sebuah pemukiman di kawasan real estate dengan kendaraan roda dua mereka. Sepanjang mata memandang, terlihat berjajar rumah megah nan mewah. Asyik juga melihat deretan rumah yang bisa membuat hampir tiap orang ‘bermimpi’ dibuatnya.
Sejenak, pikiran Ummu Muhammad pun melayang. Membentuk sebuah ruang imajiner bernama angan-angan. Ia membayangkan, pasti enak sekali kalau punya rumah seperti itu. Sebuah hunian eksklusif, lengkap dengan taman dan kolam yang indah, plus interior dengan pernak-perniknya yang mahal. Apalagi, ditambah dengan mobil elegan yang siap mengantar, tanpa harus kepanasan ataupun kehujanan. Hmm, … hidup pasti akan terasa nyaman.
Syaithan lihai membuat lengah dan menjebak manusia. Sehingga, dengan mudahnya syaithan menggiring jiwa kita yang lemah dan menipunya dengan khayalan semu tentang kesenangan dunia.
Rumah, memang menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Rumah adalah suatu nikmat dari Allah yang terkadang, bahkan sering ‘dilupakan’ oleh manusia. Padahal dengan adanya rumah, manusia bisa mendapatkan banyak sekali kemudahan dan kesenangan dalam hidup.
Allah mengingatkan kita akan kenikmatan ini dalam surat An-Nahl: 80, “Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal …”.
Ibnu Katsir menjelaskan ayat tersebut, bahwa Allah mengingatkan akan kesempurnaan nikmat yang Dia curahkan atas para hamba-Nya, berupa rumah tempat tinggal yang berfungsi untuk memberikan ketenangan bagi mereka. Mereka bisa berteduh (dari panas dan hujan) dan berlindung (dari segala macam bahaya) di dalamnya, serta berbagai manfaat lainnya”.
Jangan Melihat ke Atas
Jika kita senang mengamati rumah-rumah real estate yang menjanjikan kemewahan atau rumah-rumah yang levelnya lebih tinggi dari rumah kita, sering kali bisa membuat kita menjadi kurang bersyukur. Meski sederhana, toh rumah yang kita tempati juga menjanjikan keteduhan. Masih banyak dari mereka yang rumahnya bahkan kontrakannya jauh lebih kecil dan sempit dari rumah kita, yang tak punya rumah, tinggal di gubuk-gubuk, emperan pertokoan atau tempat-tempat yang siap digusur oleh razia petugas.
Memang, kita boleh berkeinginan. Punya rumah lapang dan nyaman untuk menunjang aktivitas peribadatan. Namun, seharusnya kita tak selalu memandang keatas dan seolah merasa kekurangan.
Rasulullah ﷺ pun telah berpesan, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim).
Lagipula, Allah telah menetapkan rizki berupa rumah pada masing-masing orang yang dikehendaki-Nya. Asalkan tak berpangku tangan, rizki milik kita tak akan pernah jatuh ke tangan orang lain. Begitu juga sebaliknya.
Rumah Impian yang Sebenarnya
Hasrat untuk mendapatkan rumah di dunia, seharusnya tak melebihi ambisi kita untuk memiliki rumah di surga. Sebuah hunian di perkampungan akhirat yang kekal. Lengkap dengan perhiasan, perlengkapan dan pelayan-pelayannya, beserta keindahan dan kenikmatan yang tak pernah disaksikan oleh mata, tak pernah di dengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik di dalam hati.
“Bangunan di surga batu batanya dari perak dan dari emas. Tanah lapisannya dari minyak kesturi terbaik dan lantainya dari mutiara dan batu yaqut, tanahnya adalah za’faran. Siapa yang memasukinya akan mendapatkan kenikmatan yang tidak putus dan kekal yang tidak ada kematian, pakaian mereka tidak rusak dan usia mudanya tidak hilang.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Kemewahan rumah surga yang begitu mempesona. Rumah yang selayaknya menjadi impian dan idaman bagi setiap orang. Bahkan bukan sebatas sepetak rumah, melainkan istana megah yang luasnya sejauh mata memandang. Luar biasa memang!
Pantas saja, para shahabat begitu zuhud dan merindukan surga. Karena mereka telah menjadikan surga sebagai orientasi hidup yang melekat dalam benak mereka. Sehingga kerinduan untuk menjadi penghuninya, menggerakkan diri mereka untuk terus beramal dan berusaha meraihnya. Tak tergiur dengan sehelai dunia yang tak lebih berat nilainya dari sehelai sayap nyamuk
Sudah selayaknya jika kita berjibaku untuk membangun hunian kita di surga nantinya. Sibuk menabung amal, untuk ‘membeli’ rumah di surga dan menjadi pemiliknya kelak. Bukankah ‘bahan bangunan’-nya adalah amal-amal yang kita lakukan di setiap saat yang kita lalui? Banyak hadits yang menjelaskan amal-amal yang bisa menghantarkan kita menuju terwujudnya rumah impan kita di surga. Namun tentunya untuk memperoleh fasilitas istimewa ini dibutuhkan kesabaran dan istiqomah. Amal yang dilakukan memerlukan konsistensi, keseriusan dan keteguhan.
Semoga hasrat yang kita punyai sebagaimana hasrat seorang wanita pendamba rumah di surga, Aisiyah istri Fir’aun, yang doanya diabadikan dalam Al-Qur’an Al-Karim. Rabbibni lii baitan ‘indaka fil jannah. “Wahai Rabb-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga” (QS. At-Tahrim:11). (Ummu Aman)