Rambu Rambu Menghadapi Fitnah
Munculnya berbagai fitnah hari ini menjadikan kita harus selektif dan hati-hati dalam memahami islam. Kita harus hati-hati kepada siapa kita berguru?. Kita juga harus hati-hati buku apa saja yang kita baca ?. Betapa tidak, munculnya berbagai pemikiran sesat dijajakan pada ummat dengan mengatas namakan ahlussunnah, manhaj salaf dan juga nama-nama lainnya, sementara dalam kenyataan jauh dari tuntunan Rasulullah SAW dan para salaf. Bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka menjadikan perkataan para ulama’ dan juga masyayikh untuk menjajakan pemikiran sesat tersebut. Kondisi seperti ini persis sebagaimana sabda Rasulullah SAW ;
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ ، قِيلَ : يَا رَسُولَ اللهِ : وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ ؟ قَالَ : الْمَرْؤُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Sesungguhnya menjelang hari kiamat akan ada tahun-tahun penuh rekayasa, orang yang terpercaya didustakan, sementara pengkhianat justru dipercaya. Kala itu, pengkhianat dipercaya dan orang jujur didustakan. Saat itu, akan berbicara para ‘Ruwaibidlah’. Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah Ruwaibidloh itu?” beliau bersabda, “Orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak.” [ HR. Ibnu majah 4042, Hakim 4/465, Ahmad 2/291 dan dishahihkan syaikh al-Bani dalam silsilah as shahihah 4/508 ].
Kondisi seperti ini menuntut kita untuk memahami rambu-rambu dalam menuntut ilmu. Kita juga harus tahu rambu-rambu dalam mensikapi berbagai perbedaan pemikiran, sehingga kita tetap berjalan di atas kebenaran. Lewat tulisan kecil ini kita akan mengkaji rambu-rambutersebut agar semuanya jelas mana jalan kebenaran dan mana jalan kesesatan.
Jauhilah hawa nafsu
Ibnu Daqiq Al I’ed berkata tentang hal-hal membinasakan yang memasukkan penyakit “pertama: hawa nafsu, sedang ia adalah yang paling buruk, dan ia dalam tarikh kaum mutaakhirin adalah banyak.” Selesai. [ Tadribur rawi, Imam as Suyuthi juz 2 / 370 ].
Maka wajib atas pencari kebenaran untuk memurnikan (niat) untuk mencari al haq dan untuk tidak mengikuti hawa nafsu.
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, sehingga itu menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah bagi mereka adzab yang besar dengan sebab mereka lupa dari perhitungan.” (Shad: 26).
Hawa nafsu adalah satu thaghut dari sekian thaghut yang diikuti mayoritas manusia. Seseorang tidak akan berpegang teguh dengan al ‘urwah al wustha dan bergabung dengan para pejuang sampai ia berserah diri kepada Allah dan hukum-Nya.
Allah SWT berfirman : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al Jatsiyah: 23).
Maka hati-hatilah dari thaghut ini dan menjauhlah sebagaimana engkau menjauhi thaghut-thaghut yang lain untuk merealisasikan tauhid yang merupakan haq Allah atas semua hamba dengan perealisasian yang sempurna.
Lihatlah!, betapa banyak orang yang telah hancur karena mengikuti hawa nafsu dengan condong kepada kesesatan. Allah kunci hati, mata dan pendengaran mereka sehingga tidak memahami dalil dan penjelasan yang datang. Karena itulah mereka dijadikan Allah lebih hina dibandingkan binatang ternak. Dengan kondisi seperti inilah para taghut dapat mempermainkan mereka dengan seenaknya. Jauhilah hawa nafsu karena ia senantiasa membawamu pada jurang kehancuran.
Tidak Fanatik Kepada Golongan
Bentuk kefanatikan tersebut adalah mendahulukan hal itu di atas Allah dan Rasul-Nya atau meninggalkan firman Allah yang jelas, karena ucapan dan pendapat mereka. Selama al haq itu telah nampak di hadapan engkau dengan dalilnya, maka gigitlah kuat-kuat dengan geraham dan janganlah kamu meninggalkannya karena ucapan atau pendapat seseorang.
Bila engkau mendapatkan petunjuk pada kebenaran dalam suatu masalah terus kebenaran itu datang seraya menyelisihi apa yang engkau dapatkan dari guru-gurumu maka janganlah kebenaran itu dibantah dengan ucapan atau perbuatan mereka, karena firman Al Khaliq tidak boleh ditentang dengan ucapan makhluk.
Jauhilah pendapat orang-orang bodoh yang mengatakan : Bahwa firman Allah itu tidak boleh diambil dengan dhahir-dhahirnya, karena bisa saja yang dimaksud itu adalah ini atau itu dan kita tidak mampu memahami Al Quran dan ucapan-ucapan lainnya yang dengannya mereka mempersulit apa yang telah Allah SWT mudahkan “Dan Kami telah memudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran.” (Al Qamar: 22)
Itulah ucapan-ucapan kaum sesat di setiap tempat. Mereka saling mewariskannya, sebagian dari sebagian yang lain untuk menta’thil (menggugurkan) nas-nas al kitab dan as sunnah, dan sebagai gantinya mereka memberlakukan teks-teks ucapan dan pendapat guru-guru mereka yang tidak pernah dibantah.
Jelaslah bahwa ini adalah ajakan yang jelas untuk taqlid serta penta’thilan teks-teks wahyu.
Semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim di mana beliau berkata qoshidah an nuuniyah :
وَ جَعَلُوْا كَلاَمَ شُيُوْخِهِمْ نَصاً لَـهُ الإِحْكاَمُ مَوْزُْوناً بِهِ النَّصَـانِ
وَ كَلاَمَ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ عَبْــدِهِ مُتَشَابِهاً مُتَحَمِّلاً لِـمَعَــانِ
Mereka jadikan ucapan guru-gurunya sebagai nash suci
Yang memiliki kewenangan. Al-Qur’an dan As-sunnah harus sesuai perkataan gurunya
Sedang firman Rabbul ‘Alamin dan hamba-Nya
Mereka jadikan samar yang mengandung banyak makna
Ibnul Jauzi berkata, “Perlu diketahui bahwa secara umum pengikut madzhab-madzhab yang ada itu mengkultuskan sosok tertentu, lantas mereka mengikuti pendapatnya tanpa kritis, dan ini adalah bentuk kesesatan; sebab melihat itu kepada kata-katanya, bukan kepada siapa yang mengatakan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali ra kepada Harits bin Hauth — sebelumnya ia mengatakan kepada beliau, ‘Apakah anda mengira kami akan menduga bahwa Tholhal dan Zubair keduanya diatas kebathilan?’ — Beliau mengatakan kepadanya, “Hai Harits! Sesungguhnya engkau terkena syubhat, janganlah engkau menentukan kebenaran dengan melihat seseorang tokoh, tapi pahamilah hakekat kebenaran itu, niscaya engkau akan mengerti siapa penyandangnya”. (Talbis Iblis hal. 80).
Bersikap Inshaf (Objektif)
Hiasilah dirimu dengannya dan jangan engkau mencabutnya selama-lamanya karena ia adalah pakaian yang paling langka di tengah makhluk pada zaman ini. Oleh karena itu para ulama berkata: “Inshaf adalah pakaian para bangsawan, sedang bangsawan adalah yang paling jarang inshaf.”
Bisa jadi anda akan dikatakann sebagai khawarij, dan menjadi anjing-anjing neraka serta julukan-julkan lainnya. Mereka mengumpulkan data-data bohong dalam rangka membenarkan sangkaannya. Tetapi janganlah karena jengkel dengan julukan tersebut akhirnya membalas dengan mengkafirkan orang-orang yang telah menjuluki tersebut.
Seringkali kita mengalami hal seperti itu dari Murjiah zaman kita ini. Namun kita tidak membalas perlakuan buruk dengan hal serupa. Ibnu Hazm berkata dalam Al Fashl 5/33:
“Dan hendaklah orang yang membaca kitab kami ini mengetahui bahwa kami tidak menganggap halal apa yang dianggap halal oleh orang yang tidak memiliki sedikitpun kebaikan, berupa menyandarkan kepada seseorang apa yang tidak pernah dia katakan, meskipun ucapannya menghantarkan kepadanya. Maka ketahuilah bahwa menyandarkan ucapan kepada orang yang tidak mengucapkannya baik itu orang kafir atau ahlu bid’ah atau orang yang keliru, secara teks, adalah dusta atas namanya, padahal tidaklah halal berdusta atas nama seseorangpub.”
Maka janganlah melampaui ketentuan Allah dalam menyikapi orang yang mengecewakanmu, akan tetapi ikatlah apa yang engkau ucapkan dan timbanglah dengan timbangan keadilan yang dengannya langit dan bumi tegak. Karena kebencian hanya menampakan yang buruk dan mengabaikan kebenaran.
Kebenaran Pasti Menang
Ingatlah ucapan Abu Bakar Ibnu ‘Ayyasy saat berkata: (Ahlussunnah itu mati namun hidup penyebutan mereka, sedang ahlul bid’ah itu mati dan mati pula penyebutan mereka, karena ahlus sunnah itu telah menghidupkan apa yang dibawa Rasul saw, sehingga mereka memiliki bagian dari firman Allah SWT: “Dan Kami angkat bagimu penyebutanmu” (Asy Syarh: 4), sedang ahlul bid’ah mencela apa yang dibawa Rasul saw, sehingga mereka memiliki bagian dari firman-Nya SWT: “Sesungguhnya orang yang mencelamulah yang terputus.” (Al Kautsar: 3) [ majmu’ fatawa Ibnu Taimiyah 1/528 ].
Maka segeralah dan cepatlah bergabung dan jangan sampai ada yang menghalangimu dari bergabung dengan kafilah untuk membela kebenaran dan penganutnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)