Pemilu Turki 2023 : Duel Antara Islam dengan Sekularisme

Andalus.or.id – Pemilu Turki yang berlangsung pada hari Ahad (14/5/2023) waktu setempat. Baik petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan dan saingannya Kemal Kilicdaroglu dilaporkan bersaing ketat.

Bahkan hasil pemilu Turki sementara, menunjukan pemilihan presiden putaran kedua akan digelar, karena tak ada yang melewati ambang batas 50% untuk menang. Namun baik partai Erdogan maupun Kilicdaroglu mengklaim keunggulan.

Sebagai catatan, UUD Pemilu terbaru di Turki sangat realistik. Untuk mencalonkan Presiden, Partai cukup punya 7% suara nasional dan dari kalangan independen cukup dapat tanda tangan 100,000 orang.

Pilpres Turki kali ini boleh dikatakan yang paling seru, keras dan sengit dibanding beberapa pemilihan kepala negara sebelumnya.

Apalagi hampir semua media Barat siang malam menyoroti Pemilu Turki kali ini. Semuanya boleh dikatakan black campaign dan bahkan black propaganda terhadap pribadi Presiden Erdogan dan partainya, AKP.

Lihat saja head lines media-media Barat terkait Erdogan, cukup bombaptis. Di antaranya, “Cukuplah kediktatoran Erdogan sampai di sini“.

Sebaliknya, 80 tahun kaum sekular memimpin Turki, hanya fatamorgana dan malapetaka. Turki menjadi miskin, budak Eropa dan menyimpan segudang persoalan dalam negeri lainnya.

Begitu juga dengan ancaman-ancaman yang muncul dari kalangan sekular oposisi Turki sendiri jika mereka nanti berkuasa. Intinya, mereka akan membubarkan semua yang dibangun pemerintahan Erdogan yang berbau Islam dan kemajuan selama 21 tahun belakangan dan akan mengembalikan Turki ke masa kekuasaan sekularisme yang dibangun Mustafa Kemal. Sungguh sangat brutal dan membabi buta.

Faktor utama yang menyebabkan keseruan Pemilu Turki kali ini ialah kalangan sekular (Eropa dan Turki), khususnya dari partai CPH yang didirikan Mustafa Kemal sekitar100 tahun lalu (September 1923) merasakan semakin hari semakin tergusur dari panggung politik nasional, regional dan global, khususnya setelah Erdogan memimpin Turki 21 tahun belakangan.

Bagaimana suhu politiknya tidak panas? Negara Republik Turki yang diklaim “modern” didirikan kaum sekular 29 Oktober 1923 dengan Founding Fathers mereka bernama Mustafa Kemal.

Pada 24 Nopember 1934, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama belakang “Atatürk” yang berarti “Bapak Bangsa Turki”.

Sebenarnya Mustafa Kemal tidak lebih dari pion/boneka bangsa Kristen dan Yahudi Eropa yang hasad pada Islam dan kaum Muslimin.

Sejak hari pertama didirikannya Negara Turki, pemerintahan Mustafa Kemal membumi hanguskan ajaran Islam yang sudah berakar sekitar 5 abad itu dan menghapus setiap yang bernama Islam seperti, sekolah Islam, mahkamah syariah (Islam), ekonomi Islam, pakaian Islam dan semua yang berbau Islam, termasuk azan diganti dengan basa Turki dan melarang membaca Al-Qur’an dengan bahasa Arab.

Wilayah-wilayah Khilafah Utsmaniyah yang terbentang di Asia, Afrika, Balkan, Rusia, sebagian besar Eropa Timur dan lainnya diserahkan kepada Eropa, khusunya Inggris, Prancis dan Rusia.

Akhirnya Tuki menjadi negara dan negeri sekular secara total, sebagai copy paste negara Eropa, khususnya Perancis.

Akibatnya, Turki menjadi sebuah negara dan negeri yang hancur dan mundur dalam semua aspek kehidupan.

Korupsi, judi, mafia dan kemunduran ekonomi, akhlak, pendidikan dan seterusnya semakin mendominasi kehidupan negara dan masyarakat Turki yang sebelumnya sekitar 5 abad menjadi soko guru dunia; Timur dan Barat.

Kemajuan dan kemakmuran yang dijanjikan Eropa dan ideologi sekularisme hanya fatamorgana belaka.

Tahun 1950 Allah munculkan seorang politisi dan negarawan Turki bernama Adnan Menderes. Pada Pemilu 1950 Beliau menang dan menjadi PM Turki pertama atas dasar pilihan rakyat. Kemudian menang lagi di Pemilu berikutnya sampai menjadi PM Turki hingga 1960.

Ajaibnya, janji-janji kampanye Beliau sangat sederhana yakni, mengembalikan azan ke bahasa Arab, membangun masjid, sekolah-sekolah Islam (sekolah Imam dan Khatib), membolehkan kajian-kajian Islam dan akan mencabut peraturan yang melarang busana Muslimah dan membaca Al-Qur’an dengan bahasa Arab, bahasa aslinya yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Akhirnya, Pemerintahan-Pemerintahan sekular Eropa danTurki, khususnya dari kalangan militer naik pitam melihat sepak terjang politik Adnan Menderes yang diterima masyarakat luas Turki.

Ternyata Islam dan cinta Islam masih bersemayam dalam hati kebanyakan masyarakat Muslim Turki kendati sudah dicabut sampai ke akar-akarnya dengan cara-cara diktator, seperti pemenjaraan ulama, pembunuhan aktivis dan sebagainya selama 30 tahun lebih.

Lalu kelompok sekular dengan memperalat militer mengkudeta Adnan Menderes, memenjarakannya dan menjatuhkan hukuman gantung padanya tanggal 17 September 1961 atas tuduhan ingin mengembalikan Islam ke dalam pemerintahan Turki.

Pada tahun 1969 Allah munculkan lagi seorang tokoh besar Islam dan guru besar umat Islam Turki dalam teknologi, politik, akhlak, idealisme dan ekonomi. Beliau bernama Necmettin (Najmuddin) Erbakan.

Sejak Beliau masuk parlemen Turki 1969 dari kalangan Independen, sampai Beliau wafat 27 Februari 2011, hidup Erbakan sepenuhnya memperjuangkan Islam agar eksis kembali di Turki, dalam pemerintahan dan masyarakat agar menjadi negeri yang maju dan mendapat berkah dari Allah.

Pengaruh Beliau dalam kehidupan politik, pemerintahan, pendidikan, ekonomi dan kemasyarakatan Turki dan bahkan Dunia Islam selama 40 tahun perjuangannya sangatlah besar dan luar biasa.

Apa yang dicapai Erdogan dan AKP selama 21 tahun belakangan ini adalah hasil didikan dan pembinaan Necmettin Erbakan, rahimakumullah rahmatan wasi’ah.

Yang menarik dari perjalan politik Islam Turki pasca keruntuhan Khilafah Islamiyah (1923-2023) ialah, adanya kesinambungan/kontinuitas perjuangan antara tiga tokoh besar politik dan pemerintahan yakni, Adnan Menderes (1950-1960), Necmettin Erbakan (1969-2000) dan Erdogan (2000-sekarang), kendati lahir dari madrasah politik yang berbeda, khususnya dengan Adnan Menderes.

Kontinuitas tersebut tercermin dalam ideologi dan idealisme perjuangan.

Ideologi dan idealisme perjuangan lah yang mengikat mereka dalam perjuangan menyelamatkan dan membangun sebuah negara dan negeri yang baik, bersih, maju dan kuat tanpa terpengaruh sedikitpun oleh ancaman dan tantangan yang mereka hadapi.

Penjara, fitnah dan bahkan hukuman gantung sekalipun tidak menyurutkan sedikitpun tekad perjuangan yang sudah mereka rancang dan susun.

Adnan Menderes misalanya, saat menuju tiang gantung, ada aparat yang membisikkan kepadanya : Apakah Anda tidak sayang dengan diri, keluarga dan perjuangan Anda? Ayolah kita kerjasama agar Anda selamat dari kematian.

Beliau sambil tersenyum menjawab : Hidup mati itu di tangan Allah. Jika Allah takdirkan Adnan Menderes mati sekarang, Allah mampu melahirkan 1000 Adnan Menderes lainnya.

Begitu pula dengan Necmettin Erbakan saat diancam Penguasa dgn penjara dan partainya dibubarkan. Dengan tegas menjawab : Silahkan lakukan apa yang kalian mau. Kalau hari ini partai saya dibubarkan, besok pagi akan saya umumkan partai baru.

Erdogan juga sangat terkenal keberanian dan kecerdasannya. Saat dikudeta sebagian anggota militer yang pro dengan Fethullah Gulen, tokoh boneka Barat dan Amerika, 2016, dengan tenang menghadapinya dan hanya dengan sebuah HP dari sebuah kejauhan, Beliau mampu mengendalikan suasana dan menggerakkan rakyat untuk melawan. Atas pertolongan Allah, upaya kudeta tersebut gagal total.

Dan saat mendapat ancaman pembunuhan waktu ingin meresmikan Masjid di Bosnia, Beliau menjawab dengan tegas : Hendaklah kalian tahu wahai musuh-musuhku. Aku sudah siapkan kain kafan sebelum memasuki dunia perjuangan dan politik ini.

Dari paparan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa :

1. Pemilu Turki tahun ini, hakikatnya pertarungan antara Islam dengan sekularisme global, khususnya Eropa yang ketakutan kehilangan pamor dan pengaruh ideologi sekularisme mereka di Turki yang tidak mustahil akan merembet ke negara-negara Muslim besar lainnya seperti Indonesia dan seterusnya.

2. Perjalanan panjang perjuangan tokoh-tokoh besar politik Islam Turki adalah sebuah estafet idelogi dan idealisme. Bisa terjadi karena ikatan Iman dan Islam.

Sebab itu, pencapaian perjuangan politik mereka sejak tahun 50 sampai 2023 sekarang (70 tahun) mengalami kemajuan yang luar biasa dalam segala bidang, tanpa terlepas dari nilai-nilai keimanan dan keislaman.

Bahkan lebih dari itu, mereka berhasil mengembalikan sebagian besar ajaran Islam yang dihapus Mustafa Kemal dan kaum sekular lainya dalam kehidupan pemerintahan dan masyarakat selama lebih 30 tahun.

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button