Menjadi Keluarga yang Harmonis

Andalus.or.id – Kebahagiaan dalam keluarga dapat dilihat dari kerukunan dan keharmonisan dalam berumah tangga. Bagaimana interaksi antara ayah, ibu dan anak-anaknya. Kerukunan menjadi indikasi terbentuknya keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Seorang Suami memahami dan mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Seorang isti mengerti akan hak dan kewajiban sebagai seorang ibu yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Begitu pula seorang anak mengerti tugas dan kewajibannya terhadap seluruh anggota keluarga, termasuk ayah dan ibunya.
Inilah rahasia hadits Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan keluargamu memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka tunaikanlah hak-hak masing-masing dari semua itu.” (HR. Bukhari).
Masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus ditunaikan dan dipertangungjawabkan. Menjaga hubungan yang baik antara ibu, ayah dan anak-anak menjadi bagian penting keberlangsungan berumah tangga. Di sini pula menjadi titik penting menjaga dan melestarikan bahtera rumah tangga.
Tingkat Perceraian Tinggi
Tulisan ini lahir atas keprihatinan tingginya perceraian di Indonesia. Sisi lain, ketidakharmonisan dalam keluarga menjadi pemandangan umum, termasuk di kalangan aktivis Islam. Tragisnya perceraian terjadi di usia pernikahan yang sangat muda, rata-rata 5 tahun usia pernikahan.
Tahun 2010, Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI pernah melansir data tentang angka perceraian di Indonesia yang cukup tinggi, bahkan tertinggi di Asia Pasifik. Sesuai data yang ada, rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan.
Pada tahun 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268. Di tahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen yakni 216.286 peristiwa. Sementara, pada tahun berikutnya, yakni 2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak 2.207.364. Adapun peristiwa perceraian di tahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun sebelumnya yakni berjumlah 285.184 peristiwa.
Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa. “Berikutnya pada 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah 372.577.
Pendataan tahun 2013, jumlah peristiwa nikah menurun dari tahun sebelumnya menjadi sebanyak 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat perceraiannya meningkat menjadi 14, 6 persen atau sebanyak 324.527 peristiwa. (republika, 12 Nop 2014).
Di antara penyebab tingginya perceraian adalah ketidakharmonisan dalam keluarga, ekonomi, gaya hidup, komunikasi yang tidak lancar dan berbagai faktor yang lain seperti adanya pihak ketiga.
Hindari Penyakit Hasad dan Dengki
Mengapa hasad? Apa kaitannya dengan ketidakharmonisan keluarga? Penyakit hasad merusak tatanan kehidupan, termasuk dalam rumah tangga. Keluarga yang diliputi dengan penyakit hasad, menjadikan serba tidak tenang dan tentram. Penyakit hasad jika merasuk dalam keluarga menjadikan ketidakstabilan dalam hubungan suami istri. Menjadi pendidikan yang tidak baik terhadap anak-anaknya.
Memelihara hasad melahirkan hilangnya rasa syukur. Orang seperti ini akan senantiasa melihat orang yang lebih dari dirinya dalam masalah dunia. Sementara, dalam masalah akhirat mereka lalaikan.
Inilah rahasia wasiat Rasulullah kepada Abu Dza. Ia berkata, “Rasulullah ﷺ, kekasihku berwasiat kepadaku berbagai kebaikan. Beliau berwasiat kepadaku supaya aku tidak melihat orang yang di atasku, tetapi memerintahkanku agar melihat orang yang di bawahku. Beliau juga berwasiat kepadaku agar mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka. Beliau juga berwasiat kepadaku agar aku menyambung tali persaudaraan, sekalipun dia memutuskannya. Beliau juga berwasiat kepadaku agar aku tidak takut karena Allah atas celaan orang. Beliau juga berwasiat kepadaku agar aku mengatakan yang benar sekalipun pahit. Beliau juga berwasiat kepadaku agar aku memperbanyak ucapan, ‘la haula wala quwata illa billah’, karena ucapan ini merupakan salah satu gudang simpanan surga.” (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban)
Qonaah, Jauhi Gaya Hidup Glamour
Hari ini gaya hidup glamour menjamur di tengah-tengah masyarakat. Kecenderungan cinta dunia sangat besar sebagai dampak dari massifnya media, baik cetak maupun elektronik. Orang dipaksa untuk memenuhi berbagai keinginannya daripada kebutuhan. Akibatnya, minim bahkan hilangnya rasa syukur kepada Allah.
Sekarang hal biasa jika istri meminta lebih dari penghasilan suami. Tak heran, banyak suami mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan keluarga, di antaranya dengan mencari penghasilan yang tidak halal.
Baca juga: Hati-hati Syetan di Rumah Kita?!
Dampak dalam keluarga, tingginya tuntunan istri terhadap suami, terutama dalam pemenuhan kebutuhan hidup menjadi penyebab tingginya angka perceraian. Istri lebih melihat hasil yang dicapai suami tanpa melihat proses, usaha dan ikhtiar dalam mencari rezeki. Kesungguhan suami tidak nampak saat hasil tidak sebagaimana yang diinginkan seorang istri. Akibatnya, terjadi ketidakharmonisan keluarga. Tak heran, berbagai data, yang paling banyak meminta cerai adalah istri.
Pengaruh gaya hidup juga akan menurun kepada anak-anak. Jika istri tidak menghargai pemberian suami, anak-anak juga akan melihat ketidakwibawaan seorang ayah dalam keluarga. Perlahan-lahan hilangnya kebanggaan dalam diri anak terhadap ayahnya.
Apa solusi berbagai persoalan tersebut? Salah satunya adalah menata hati dan bersikap qanaah. Qanaah adalah bentuk rasa syukur kepada Allah, sekaligus ridha terhadap pemberiaan suami, baik sedikit maupun banyak. Seorang istri tidak menuntut di luar kesanggupan suaminya. Ia lebih melihat kesungguhan dan rasa tanggung jawab suami dalam keluarga, meskipun kadang tidak sesuai yang diharapkan. Inilah kunci ketenangan dan ketentraman keluarga sebagai pondasi untuk melahirkan keluarga yang harmonis.