Menggalang Do’a

Andalus.or.id -Dalam sebuah kajian, saya bercerita kepada para peserta beberapa hajat yang ingin saya penuhi. Saya meminta para peserta untuk mendo’akan, agar saya diberi kemudahan untuk menyelesaikan hajat-hajat tersebut.

Beberapa saat berlalu, ada seorang peserta kajian bertanya, “Ustadz bagaiamana sih hukumnya orang shalih atau lebih berilmu minta didoakan? Padahal mereka kan kelihatannya lebih soleh.” Suaranya menunjukkan keheranan. “Kok bisa ya, orang yang lebih baik minta dido’akan orang lain? Bukankah do’anya lebih utama dan didengar oleh Allah Ta’ala?” Mungkin kalimat ini cocok untuk menafsirkan pertanyaan yang diajukan peserta yang disertai keheranan tadi.

Bagi kebanyakan kalangan, orang shalih atau cerdas yang meminta dido’akan oleh orang yang mungkin kecerdasan atau keshalihannya, dimata manusia lebih minim darinya, dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Atau mungkin tidak etis.

Anggapan ini sepertinya wajar-wajar saja, karena hari ini meminta do’a kepada orang lain sangat jarang dilakukan oleh umat Islam. Mayoritas umat Islam mencukupkan diri dengan do’anya sendiri. Tidak perlu minta dido’akan oleh orang lain. Lebih parah, banyak umat Islam yang kurang memperhatikan masalah do’a. Jarang sekali mereka menengadahkan tangannya untuk memohon kepada Sang Pencipta.

Menganggap semua permasalahan yang ia hadapi ini akan mudah diselesaikan dengan sendirinya. Tanpa meminta bantuan dari Allah Ta’ala. Ini yang banyak terlintas dalam pikiran mayoritas umat Islam hari ini. Padahal Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah, dan Allah; Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. al-Hijr: 15).

Padahal Allah Ta’ala sangat mencela orang yang tidak pernah berdo’a kepada-Nya. Allah menilai orang tersebut sombong. Yang lebih mengerikan Allah menyediakan neraka Jahanam baginya.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Rabbmu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Ghofir: 60).

Kenapa Harus Malu?

Seringkali yang menghalangi seseorang untuk menggalang do’a dari orang lain adalah rasa malu. Dikiranya jika meminta do’a dari orang lain adalah sesuatu yang tabu.

Padahal sekelas Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam sebagai manusia yang paling utama, kekasih Allah Ta’ala, dan manusia yang paling mustajab do’anya. Beliau tidak segan-segan dan tanpa merasa malu meminta dido’akan oleh manusia biasa, bukan nabi.

Suatu kali, Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu meminta izin kepada Nabi untuk melakukan umrah.  Maka Rasulullah mengizinkan seraya berpesan:

« لاَ تَنْسَنَا مِنْ دُعَائِكَ يَا أَخِيْ »

“Jangan lupakan kami dalam do’amu, wahai saudaraku.” (al-Fakihi, Akhbaru Makkah, No. 836 ).

Ada lagi kisah yang sangat mengagumkan. Umar Radhiallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam menceritakan salah seorang penduduk Yaman. Ia seorang pemuda yang sangat berbakti kepada Ibunya. Selain memiliki keteguhan sikap dan ketenangan jiwa, pemuda ini, sangat makbul do’anya.

Kisah tentang pemuda ini menginspirasi Umar untuk selalu menanyakan orang-orang dari Yaman yang bertandang ke Madinah tentang pemuda ini. Jawaban mereka selalu memuji kebagusan akhlak dan kebaikan budi pekerti anak muda ini.

Tentu hal ini membuat Umar bin Khattab semakin kangen untuk bertemu dengan anak muda itu. Setiap ada rombongan dari Yaman yang mengunjungi Madinah, Umar selalu bertanya, “Adakah diantara kalian seseorang dari Qarn yang bernama Uweis…Uweis al-Qarni…?”

Itulah nama anak muda itu. Uweis bin ‘Amir al-Qarni al-Yamani lengkapnya. Singkat cerita, setelah keduanya bertemu, terjadi dialog yang sangat baik untuk disimak:

“Andakah yang bernama Uweis dari Qarn?” Tanya Umar.

“Ya, saya adalah Uweis dari Qarn.” Jawab Uweis.

Umar bertanya, “Apakah anda punya Ibu yang masih hidup?” “Ya!” Jawab Uweis.

“Apakah dulu kulit anda belang-belang putih?” Tanya Umar lebih lanjut. “Ya, namun saya berdo’a kepada Allah Ta’ala agar Ia menyembuhkannya, dan Allah mengabulkan. Yang tersisa hanya sebesar dirham saja. Terletak dibawah pusarku. Dengannya aku mengingat nikmat Allah.” Terang Uweis.

Lalu Umar berkata, “Berdo’alah, agar Allah mengampuniku.”

“Tidak, andalah yang lebih layak memintakan ampun untukku. Anda adalah sahabat Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam.” Jawab Uweis.

Setelah itu Umar bercerita kepada Uweis bahwa Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam pernah berutur perihal diri Uweis dan kemanjuran do’anya. Setelah itu Uweis berdo’a untuk Umar. (as-Siyar, 20/4).

Menggalang Do’a

Jika sekelas Rasulullah dan sahabat Umar saja meminta didoakan dan menggalalng kekuatan do’a. Padahal, Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam adalah manusia yang sangat mustajab do’anya. Sangat dekat dengan Allah Ta’ala. Dan paling fakih dalam urusan Islam.

Begitupun sahabatnya, Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu, beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk jannah. Manusia yang menempati urutan ke-2 dari umat ini yang paling utama, setelah Abu Bakar ash-Shidiq Radhiallahu ‘anhu.

Maka, kenapa kita masih merasa malu untuk menggalang do’a dari sahabat-sahabat kita yang muslim atau ustadz-ustadz yang kita anggap shalih? Toh gratis. Tidak bayar.

Siapa tahu, permasalahan dan kemudahan yang kita rasakan dalam menempuh hidup ini disebabkan do’a mereka. Rasulullah Shallahu ‘alahi wassalam bersabda:

“دَعْوَةُ اْلمُسْلِمِ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ اْلغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ اْلَملَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ : آمِيْنَ وَلَكَ بِمِثْلٍ”

“Do’anya seorang muslim untuk saudaranya secara dzahril ghaibi (tanpa diketahui oleh yang dido’akan) adalah mustajab. Di sisi kepalanya ada malaikat yang bertugas. Setiap kali ia mendo’akan kebaikan bagi saudaranya, malaikat tersebut berkata, ‘Aamiin -Ya Allah kabulkanlah- dan semoga engkau mendapat kebaikan serupa.” (HR. Muslim).

Mari kita menggalang do’a sebanyak-banyaknya dan dari siapa saja. Wallahu alMusta’an.

Penulis : Akrom Syahid

Beliau Merupakan seorang pendakwah, dai, sekaligus penulis artikel-artikel keislaman, lulusan dari perguruan tinggi islam ternama di kota Solo, beliau habiskan waktu untuk berdakwah dan mengajar

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button