Menantang Langit dengan Logika Bumi

Menggelikan. Sebagian orang yang mempresentasikan dirinya sebagai satu-satunya kelompok yang bersih dari bid’ah. Satu-satunya ahlu sunnah di muka bumi ini. Mereka begitu gampang menjatuhkan vonis bid’ah, sesat, dholalah, fi an-naar, kepada sebagian harokah Islam.

Namun di saat yang bersamaan, mereka menyanjung tinggi pemerintah sekuler. Bahkan mengkultuskannya. Tanpa bayaran pun, mereka begitu mudah menvonis bughat, atau khawarij kepada kelompok yang kritis terhadap penguasa-penguasa sekuler – thaghut kontemporer.

Nalar Cacat

Logika yang mereka bangun adalah, perbuatan bid’ah adalah perkara yang sangat membahayakan. Dan mengkritik penguasa, walaupun hakekatnya adalah thaghut sekuler, adalah perbuatan bid’ah.

Sehingga, siapapun yang mengkritik para penguasa, apapun bentuk kritiknya, dan bagaimanapun kondisi penguasa – pemerintah, adalah para ahlu bid’ah. Walaupun ia saudara muslimnya. Walaupun dalam rangka nahi mungkar. Bahkan walaupun bertujuan menegakkan syari’at.

Mereka masa bodoh dengan hukum sebab-akibat, maqashidusy syari’ah, fikih waqi’ (realitas). Mereka juga tidak mau pusing dengan klasifikasi penguasa yang dijelaskan oleh ulama-ulama salaf, atau ulama-ulama kontemporer.

Menantang Logika Langit

Padahal, jika konsisten memakai nalar syar’ie yang berbasis dalil, dan ushul fikih. Seseorang pasti berkesimpulan, para penguasa kontemporer – sekuler, adalah manusia-manusia yang paling layak divonis ahlu bid’ah. Bahkan thaghut, atau bisa saja fir’aun-fir’aun kontemporer.

Kenapa demikian? Sebab mereka telah melakukan kekufuran, dan kebid’ahan nyata, yang tidak diperdebatkan oleh para ulama. Diantara kekufaran tersebut; menolak syari’at Islam, dan memerangi usaha penegakkan syari’at, serta memaksakan hukum thaghut berlaku di tengah masyarakat.

Sementara kebid’ahannya adalah mereka melawan, menyimpang dari wahyu Allah dan perkara-perkara yang disepakati oleh para salaf, dengan mendahulukan pendapat para tokoh, atau kesepakatan pemimpin, anggota dewan, budaya, tradisi dan sejenisnya.

Imam Asy-Syafi’iy RHM berkata, “Bid’ah adalah sesuatu yang menyelisihi al-Qur’an, sunnah Rasulullah ﷺ, dan atsar (pendapat) sebagian sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1/70)

Imam Asy-Syathibi RHM juga berkata, “Jika sebuah pendapat, menyimpang (menentang) sunnah, maka dia adalah bid’ah dan sesat.” (al-I’tishom, 2/335)

Demikian juga imam al-Mujaddid Syaikul Islam Ibnu Taimiyah RHM berkata, “Apapun yang menyelisihi nash-nash syar’ie, maka ia adalah kebid’ahan berdasarkan kesepakatan ulama.” (Majmu’ Fatawa, 20/163)

Seharusnya, pendapat ketiga ulama ini dipakai dalam menentukan sikap terhadap pelaku bid’ah, seperti para penguasa sekuler.

Begini Mereka Menentang

Dalam sebuah kaedah mengenal bid’ah, Syaikh Prof. Dr. Al-Jizani berkata,

كل ما كان من الاعتقادات و الآراء و العلوم معارضا لنصوص الكتاب و السنة أو مخالفا لإجماع سلف الأمة فهو بدعة

“Setiap keyakinan, pendapat, dan ilmu yang bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah, atau menyelisihi ijma’ para salaf ummah, maka itu adalah bid’ah.” (Jami’ul Bayan, 2/1052, Dar’ut Ta’arrudh 1/208 & I’lam, 1/67)

Setidaknya ada dua bentuk bid’ah dalam poin kaedah di atas;

Pertama: Menetapkan pendapat/keputusan/undang² buatan manusia sebagai hukum pasti dan baku. Kemudian menjadikan itu semua, sebagai neraca untuk menerima atau menolak nash-nash syar’ie . Nash-nash manapun yang bertolak belakang atau tidak sesuai dengan perkara-perkara di atas ditolak. Sementara yang sesuai diterima.

Ini adalah bentuk kebidahan nyata. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah RHM berkata, “Adapun menentang alQur’an dengan logika atau analogi, tidak pernah dihalalkan oleh para salaf. Justeru ini adalah kebid’ahan yang terjadi ketika muncul kelompok jahmiyah, mu’tazilah dan kelompok-kelompok sejenisnya yang mendasarkan pemikirannya di atas akal semata, dan menimbang alQur’an dengan akal.” (alIstiqomah, 1/23)

Dalam kasus ini, para penguasa sekuler berada pada level pertama. Sebab, mereka adalah manusia yang paling keras permusuhan terhadap wahyu Allah .

Di saat bersamaan mereka juga orang yang paling loyal terhadap pendapat dan kesepakatan-kesepakatan manusia yang terangkum dalam undang-undang negara. Walaupun UU ini jelas-jelas menentang syariat. Bahkan memerangi syariat Islam.

Imam Ibnu Abil Izz RHM berkata, “Setiap kelompok dari pelaku bid’ah seringkali menimbang nash-nash Al-Quran dan as-Sunnah dengan kebid’ahan dan prasangka mereka; apa yang sesuai dengan logika dan prasangkanya, mereka anggap itu hukum baku, mereka terima dan dijadikan sebagai argument (dalih).

Sementara apa saja yang bertentangan dengan pendapat mereka, baik yang ada dalam Al-Quran maupun As-Sunnah mereka sebut itu perkara mutasyabih tidak jelas. Mereka pun menolaknya, dan penolakan ini diklaim sebagai sesuatu yang wajar atau dianggap sebagai bentuk penafsiran lain. Inilah kenapa Ahlussunnah sangat mengingkari kelompok-kelompok ini.” (Syarh Akidah Thahawiyah, hal. 399)

Penentangan terhadap al-Qur’an dan As-Sunnah dalam kategori ini beragam. Bisa terjadi pada akidah, yaitu menolak kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah, karena dianggap tidak logis.

Seperti mereka menolak syari’at, karena dianggap tidak logis untuk masyarakat kontemporer, atau masyarakat nusantara. Ia hanya cocok untuk orang-orang Arab.

Penentangan itu, bisa juga dengan membuat kaedah-kaedah tafsir dan ushul fikih untuk menolak nilai-nilai alQur’an dan as-Sunnah. Misalnya, menolak hadits Ahad dalam masalah akidah, atau membatasi dalil pada alQur’an dan menolak sunnah Rasulullah ﷺ.

Kedua: Berfatwa dalam urusan agama tanpa landasan ilmu syar’ie yang kuat. Hal ini marak dilakukan oleh kaum liberal. Bahkan para penguasa sekuler menghasung orang-orang bodoh terhadap agama, seperti artis, tukang becak, preman pasar, penyanyi, bahkan tukang lawak untuk berbicara tentang Islam.

Demikian juga ustadz-ustadz dadakan, diberi panggung untuk berfatwa dalam Islam. Padahal, mereka tidak punya otoritas sedikitpun berbicara agama. Selain tidak hafal juz 30, membaca al-Fatihah saja masih amburadul, mereka juga tidak punya genetik belajar Islam yang benar.

Berkata Imam As-Syatibi, “Setiap perkataan, keyakinan atau pendapat yang bersandar pada taqlid semata, tanpa pengkajian terhadap dalil, atau pendapat umum (masih global) yang tidak dipahami maknanya, sesungguhnya ini menghancurkan agama dan beragama dengan selain syariat Allah . Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan ini.

Perbuatan-perbuatan seperti ini adalah bentuk fatwa bid’ah dalam agama Allah , sama seperti menjadikan akal sebagai pemutus dalam perkara agama, tanpa merujuk kepada dalil. Semuanya ini adalah bid’ah.” (al-I’tishom, 2/179)

Kondisi ini pernah dinubuwatkan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadits Bukhari;

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”.

Walhasil, sikap seorang muslim terhadap nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah menerimanya tanpa protes, meyakini kebenarannya tanpa mensyaratkan harus sesuai akal. Sebab akal manusia banyak kekurangannya, dan sangat terbatas. Allah berfirman;

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur, Ayat 51). Semoga

 

Penulis : Akrom Syahid

Beliau Merupakan seorang pendakwah, dai, sekaligus penulis artikel-artikel keislaman, lulusan dari perguruan tinggi islam ternama di kota Solo, beliau habiskan waktu untuk berdakwah dan mengajar

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button