Aku, Teladan bagi Anak-anakku

Andalus.or.id – Seorang ibu bercerita, “Ketika saya akan menggoreng tempe, putri kecil kami yang berusia empat tahun, tiba-tiba muncul ingin membantu. Dia semangat sekali. Belum saya izinkan, karena dia masih kecil dan tingginya belum sejajar dengan kompor. Saya khawatir terkena cipratan minyak dan terluka.”

Kamu mengaduk tepung bumbu ini saja ya! Nanti kalau terpercik minyak panas, sakit lho.” Solusi yang saya berikan agar ia tak kecewa ternyata membuatnya marah. Dia mengacung-acungkan tangan seperti orang yang sedang deklamasi plus dengan intonasinya, “Aku nggak mau aduk-aduk. Aku mau goreng. Kalau dibilangin nurut yaa!

Suami yang mendengar itupun spontan tertawa, “persis seperti ibunya kalau sedang marah!”. Padahal seingat saya, bila marah tidak selalu seperti itu. Tapi kenapa yang terekam yang itu. Mungkin itu berkesan sekali buatnya”.

Lain waktu ibu itu bercerita, “Pernah juga saya minta tolong suami untuk membereskan kayu-kayu dibelakang rumah yang, menurut saya berantakan, ketika saya sampaikan ke suami,“Tolong deh, besok sabtu pas libur, entah dibuang, dikasihin ke orang atau dibikin sesuatu. Yang penting jangan berantakan gitu!” Suami hanya menjawab, “Emm….”. Ketika saya ulangi permintaan saya, lagi-lagi suami hanya menjawab, “Emmm….”. Ternyata, percakapan dengan jawaban “Emmm…” itu terekam oleh putri kecil kami. Karena, ketika saya menyuruh dia membereskan kertas-kertas yang diguntinginya padahal harusnya diwarnai, dia malah asyik mencoret-coret di tempat lain dengan pensil warna yang bertebaran. Dia hanya menjawab dengan “Emmm…..”. Yah, anak-anak mudah sekali meniru apa yang dilakukan orang tuanya”.

Baca Juga: Melatih Kejujuran Kepada Anak

Orang tua, memang harus menjaga perilakunya. Karena anak-anak akan mengcopy-paste apa yang ia dengar dan lihat dari apa saja yang dilakukan orang tua. Sosok yang dikenalnya sejak pertama lahir, paling dekat dan terus ada disekitarnya.

Anak, lembaran putih bersih tanpa noda. Kehidupan akan memberi warna dan tulisan. Lembar demi lembar akan terisi dengan berbagai kisah dan cerita.

Disinilah, tugas orang tua. Menorehkan satu, dua, hingga beribu-ribu garis, gambar, nada, yang akan terukir dan menggiring pada karakter dasar hasil torehan orang tua.

Maka, bila saatnya anak telah belajar di sekolah dan mendapatkan berbagai teori tentang bagaimana akhlakul karimah itu, bagaimana seorang muslim harus bersikap, sementara di rumah, dari orang tua dan lingkungan anak tak mendapatkan realitas yang sesuai dengan teori yang ia catat bahkan bertolak belakang, anak akan bingung dan labil. Andai terungkap mungkin ia akan berkata, “mana yang benar?

Baca Juga: Menjadi Keluarga yang Harmonis

Di sekolah, guru berkata, “Jangan berdusta!” tapi ia dapati orang tuanya sering obral janji tapi diingkari, kurang amanah pada janji-janji yang telah disepakati.

Selang hari guru berpesan, “Tanda baiknya seorang muslim meninggalkan yang tidak berguna”.Tapi, di rumah anak melihat, orang tuanya tidak mengisi waktunya dengan seksama.

Anak, tubuh mungil orang tua. Perpaduan dua individu. Semoga kebaikan-kebaikanlah yang tertanam. Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. (Binti Mieza)

Tentang Penulis

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button