Melatih Kejujuran Kepada Anak
Andalus.or.id- Jujur adalah berkata apa adanya atau bisa juga berarti kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Ali ibn Thalib mengungkapkan sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan, sedangkan kebohongan adalah kegelisahan. Sahabat-sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang yang jujur. Mereka senantiasa menepati janjinya kepada Allah. Salah satunya adalah pujian Allah dalam surat Al Ahzab ayat 24.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 24)
Baca Juga: Hati-Hati Syetan di Rumah Kita !
Anas ibn Al Nadhr adalah seorang Anshar, sahabat Rasulullah ﷺ dari Suku Khazraj. Ia bersumpah untuk senantiasa melindungi Rasulullah ﷺ. Maka tatkala Rasulullah ﷺ terluka dalam perang Uhud, dengan sekuat tenaga ia melindungi Rasulullah ﷺ dari serangan musuh. Ia bangkitkan semangat kaum muslimin. Anas akhirnya syahid dengan delapan puluh luka di tubuhnya. Iapun telah menumbangkan banyak musuh-musuh Allah. Rasulullah ﷺ bersedih atas kepergian Anas tersebut, akhirnya, Allah menurunkan ayat di atas. Bahwa Anas telah menepati janjinya untuk selalu melindungi Rasulullah ﷺ.
Orang-orang yang jujur juga menempati derajat yang tinggi di sisi Allah. Allah berfirman; “Dan barangsiapa yang mentaati Allah ﷻ dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah ﷻ, yaitu: para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An-Nisa: 69).
Secara harfiyah, shiddiq artinya benar, ini berarti shiddiqin adalah orang yang selalu bersikap, berbicara dan bertingkah laku yang benar atau jujur. Ibnu Katsir menyebutkan: “Shidiqin adalah orang yang jujur dalam imannya”. Para shiddiqin mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah. Mereka diberi nikmat yang besar karena sikap dan tingkah lakunya. Kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan.
Melatih Anak Jujur
Kejujuran barang langka, sangat mahal hari ini. Anak-anak berkata bohong dianggap biasa. Berbagai tontonan TV sering menampilkan berbagai kebohongan. Film-film kartun anak juga biasa dengan ungkapan dusta. Jika anak melihat temannya berbohong, ia akan meniru. Apalagi jika yang berbohong adalah ayah dan ibunya. Tanpa sadar, jika orang tua berbohong di hadapan anak-anaknya, sesungguhnya dia sedang melatih ketidakjujuran pada anak.
Jika anak-anak sering mendapatkan orang tuanya berbohong, akan dianggap biasa. Jangan heran, jika mereka akan meniru dan menggangap kebohongan sesuatu yang lumrah, ringan dan tanpa beban.
Anak jujur perlu dilatih sejak dini. Jika anak bersalah, biasakan mengakui kesalahannya, tidak berbohong. Orang tua juga tidak harus berbohong untuk menyenangkan anak, atau yang biasa terjadi, untuk menghentikan tangis anak dengan berbohong, menakuti-nakuti atau bahkan menjanjikan sesuatu padahal janji tersebut sekedar untuk menyenangkan dan menghentikan tangis tersebut.
Baca Juga: Menjadi Keluarga yang Harmonis
Kebiasaan-kebiasaan sederhana yang dianggap lumrah, jika terus-menerus akan menjadi kebiasaan anak. Merekapun berbohong tanpa dosa. Kecil, namun itulah awal kebohongan yang lebih besar, yaitu kebohongan kepada Allah, jalan yang mengantarkan ke neraka.
Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya kejujuran itu dapat menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan iu menunjukkan kepada surga. Sesungguhnya jika seseorang selalu melakukan kejujuran, maka dia akan menjadi orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan itu akan menunjukkan kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu akan menunjukkan kepada neraka. Sesungguhnya jika seorang selalu melakukan kebohongan, maka dia akan dicatat disisi Allah sebagai seorang pembohong.’ (Muttafaqun ‘alaih).
Kisah Kejujuran Seorang Anak
Dalam buku Dalilus Sailin diceritakan tentang kisah kejujuran seorang anak. Seorang ibu mengutus anaknya yang baru berusia 13 tahun bersama satu kafilah dagang dari Makkah menuju Baghdad dengan menitipkan uang sebesar tiga ratus dinar agar diberikan kepada seorang kerabatnya. Sebelum berangkat, ibu tersebut berwasiat kepada anaknya untuk tidak berbohong dan senantiasa bertakwa kepada Allah.
Di tengah jalan, kafilah tersebut dihadang oleh perampok dan merampas seluruh harta miliknya, hingga pemimpin perampok mendekati anak tersebut dan bertanya, “Kamu mempunyai apa wahai anak kecil?”
Anak tersebut menjawab, “Saya memiliki tiga ratus dinar.”
Maka perampok tersebut kaget dan langsung mengambil seluruh uang milik anak tersebut. Lalu dihitungnya dan benar jumlahnya tiga ratus dinar. Lalu pemimpin perampok bertanya lagi, “Tahukan kamu, siapa saya? Mengapa kamu begitu jujur mengatakan?”
Anak tersebut menjawab, “Saya telah berjanji kepada ibu saya untuk tidak berdusta selamanya, dan saya takut mengkhianati janji ibu saya tersebut.”
Mendengar jawaban anak tersebut, pemimpin perampok tersebut ketakutan, dalam hatinya, jika kamu berjanji kepada ibunya untuk tidak berbohong saja kamu tepati, padahal saya telah berjanji kepada Allah untuk tidak mencuri selamanya. Sejak saat itulah perampok tersebut bertaubat kepada Allah. Ia kemudian menyuruh pengikutnya untuk mengembalikan barang yang dirampoknya.
Kisah di atas nampak sederhana, namun esensinya adalah kejujuran. Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan hidayah Allah, meskipun perantaranya seorang anak. Jika anak-anak hari ini dibiasakan jujur, kelak mereka akan menjadi orang-orang besar. Orang yang takut kepada Allah, amanah dan menepati janjinya. Wallahu a’lam.