Siapa Sesungguhnya Taliban?
Andalus.or.id – Gerakan Taliban – lebih tepatnya Imarah Islam Afghanistan – telah difitnah oleh hampir setiap media Barat dan sekutunya. Mereka dituding sebagai gerakan teroris yang melindungi Al-Qaidah dan Usamah bin Laden. Kebanyakan mereka adalah para santri madrasah dari Suku Pashtun yang berjihad selepas belajar di pesantren Pakistan.
Saat jihad melawan Soviet tahun 1980-an, Taliban belum lahir. Tetapi ayah mereka adalah para mujahidin anti-Soviet yang mengalahkan Tentara Merah Soviet yang perkasa. Mereka dipersenjatai secara rahasia oleh Amerika Serikat, Saudi dan terutama intelijen Pakistan. Tapi merekalah yang bertempur dan berdarah-darah di lapangan dengan keberanian para lelaki.
Karakter jantan lelaki Pashtun diakui dan ditakuti oleh setiap musuh mereka. Di zaman kuno, orang-orang Hindu sampai biassa melafalkan doa agar para dewa melindungi mereka dari tiga bencana. Yaitu dari gigitan ular kobra, terkaman harimau, dan pembalasan orang Pashtun.
Keberanian Mujahidin Afghan, paduan keberanian Pashtun dan semangat jihad Islami, memukul mundur Uni Soviet. Setelah penarikan pasukan Soviet yang tergesa-gesa, Afghanistan jatuh ke dalam perang saudara dan anarki. Geng bersenjata menyerang para musafir, merampas harta dan memperkosa banyak wanita Afghanistan, kebanyakan di wilayah Pashtun.
Ketika kekacauan menyebar, seorang ulama desa bernama Mullah Muhammad Umar, seorang veteran perang melawan Soviet yang cacat, sebelah matanya buta, mengorganisir para santri muda. Kelompok baru ini kemudian dikenal sebagai Taliban. Dari istilah Thalib yang bermakna penuntut ilmu.
Mereka bergerak untuk melindungi para penduduk dan para wanita dari para begal dan perampok di jalanan. Pada saat itu, pendukung Komunis di Afghanistan mengobarkan perang untuk mempertahankan kendali atas pedesaan dan, yang paling penting, ladang opium yang subur di negeri itu, sumber dana utama Partai Komunis dan kelompok-kelompok anti-Taliban.
Setelah Taliban menguasai Afghanistan, produksi opium di Afghanistan turun lebih dari 90 persen. Sampai saat itu, Afghanistan adalah produsen dan pengekspor opium terkemuka di dunia. Narkotika ini kemudian diekspor dengan persetujuan penuh Komunis ke Uni Soviet atau Rusia, Iran, Asia Tengah dan seterusnya ke Eropa Utara. Etnis Tajik Afghanistan, banyak didominasi Komunis dan kelak dikenal sebagai Aliansi Utara, menjalankan sebagian besar perdagangan narkoba.
Taliban menghancurkan perdagangan narkoba Afghanistan dan mengakhiri ancaman terhadap kaum wanita. Mereka berusaha mencegah kejahatan terjadi lagi terhadap kaum wanita dengan membatasi mereka ke luar rumah. Sesuai karakter bangsa itu, aturan itu ditegakkan dengan tegas bahkan keras.
Sistem pendidikan perkotaan Afghanistan sangat disusupi oleh Partai Komunis Afghanistan. Komunis menggunakan pendidikan, dan terutama bagi perempuan, sebagai cara untuk menyusup ke pemerintahan. Itulah alasan utama larangan Taliban terhadap pendidikan perempuan adalah karena saat itu menjadi sarana indoktrinsi komunisme.
Namun, Taliban saat ini adalah generasi muda yang berpendidikan lebih baik dan tidak sekaku generasi sebelumnya. Itulah sebabnya mereka menempuh perundingan damai dengan Amerika Serikat, sebagai peluang untuk meraih kemenangan politik mengiringi kemenangan militer.
Mereka juga menjamin hak-hak bagi perempuan, termasuk pendidikan, asalkan sesuai dengan syariat Islam. Pendidikan perempuan telah berlangsung beberapa tahun di daerah-daerah yang dikuasai Taliban.
Bagaimanakah Mereka Berjuang?
Taliban menjadikan jihad bersenjata sebagai tulang punggung perjuangannya. Mereka membentuk milisi dari kalangan santri dan penduduk untuk berjihad melawan Amerika dan pasukan boneka lokalnya. Kekuatan jihad fisik Taliban mengawal upaya-upaya lainnya selain militer.
Baca juga: Siapakah Sosok Sesungguhnya KH. Mudzakir
Taliban mengerahkan upaya dalam dakwah, pendidikan dan politik. Dakwah membuat rakyat Afghan yang Muslim mendukung perjuangan mereka menegakkan syariat Islam. Lembaga pendidikan berbasis madrasah, seperti pesantren di Indonesia, menjadi lembaga pengkaderan generasi muda yang tak pernah terputus estafetnya.
Sementara Sayap politik mereka kini dikenal dunia sebagai para juru runding lihai yang berhasil memaksa Amerika tunduk pada syarat-syarat mereka di Doha, Qatar. Paduan antara kekuatan iliter, dakwah dan pendidikan serta diploasi politik agaknya menjadi kombinasi ideal yang mengantarkan mereka pada kemenangan. (Togar)