Khutbah Jumat: Gaya Hidup Mewah Tanda Dekatnya Kiamat

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ، الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كثيرا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ، حَيْثُ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Jama’ah shalat jum’at yang berbahagia
Dunia semakin mengglobal, batas-batas negara kini tidak menjadi sekat. Akibatnya, perembesan budaya antar bangsa tidak terelakkan lagi. Termasuk ideologi dan gaya hidup yang sudah tidak dapat dibedakan lagi antara suatu bangsa dengan bangsa lain, serta pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lain. Ini menjadi bukti bahwa orientasi manusia telah bergeser, yang semula berorientasi pada masalah diniyyah menjadi madiyyah, bendawi, hedonis dan sekuler.
Standar kesuksesan seseorang diukur dengan seberapa banyak ia memiliki kekayaan tanpa melihat dari mana dan bagaimana harta tersebut didapat. Halal atau haram seolah bukan standar utama. Sebuah ungkapan yang sering terdengar adalah, “mencari yang haram saja susah apalagi yang halal”. Walaupun disampaikan dengan nada bercanda, akan tetapi, paling tidak hal itu mencerminkan perilaku hedonistik dan materialistik yang sedang tren di zaman ini. Padahal paham hedonisme sendiri sebenarnya merupakan paham yang sudah usang.
Di dalam Al-Qur’an, kalimat yang semakna dengan hedonisme adalah At-Takatsur. Allah ta’ala berfirman;
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At Takatsur: 1).
Pada catatan kaki cetakan DEPAG disebutkan, “bermegah-megahan dalam perihal anak, harta, pengikut, kemuliaan dan seumpamanya.”
Al-Qur’an memperingatkan manusia agar senantiasa waspada terhadap penyakit ini dengan sangat keras. Ancaman siksaan yang amat pedih, mulai di alam barzakh maupun di alam akhirat kelak. Hal ini terlihat jelas bahwa maksud dari firman Allah, “Alhaakumuttakatsur” adalah wa’id atau ancaman terhadap orang-orang yang selama hidupnya hanya sibuk mengurusi urusan-urusan duniawi sampai mereka masuk ke liang lahat sedang mereka tidak sempat bertaubat.
Gaya hidup materialistis tanda dekatnya kiamat
Rasulullah ﷺ telah menjelaskan tetang ciri masyarakat di akhir zaman. Yaitu masyarakat yang berlomba-lomba menumpuk dunia dan hidup serba materialistis dan hedonis.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam hadist, dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurthubi, telah meriwayatkan kepadaku seseorang yang mendengar dari Ali bin Abi Thalib, “Kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ di masjid. Tiba-tiba Mus’ab bin Umair datang dengan memakai baju sederhana bertambal kulit. Ketika melihatnya, Rasulullah ﷺ menceritakan kemewahan Mus’ab dahulu dibanding sekarang. Kemudian Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
كَيْفَ بِكُمْ إِذَا غَدَا أَحَدُكُمْ فِى حُلَّةٍ وَرَاحَ فِى حُلَّةٍ وَوُضِعَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ صَحْفَةٌ وَرُفِعَتْ أُخْرَى وَسَتَرْتُمْ بُيُوتَكُمْ كَمَا تُسْتَرُ الْكَعْبَةُ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مِنَّا الْيَوْمَ نَتَفَرَّغُ لِلْعِبَادَةِ وَنُكْفَى الْمُؤْنَةَ.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لأَنْتُمُ الْيَوْمَ خَيْرٌ مِنْكُمْ يَوْمَئِذٍ.
“Bagaimanakah keadaan kalian pada suatu hari ketika kalian pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu petang dengan pakaian yang lain. Dan bila diberikan satu hidangan, diletakkan pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu sebagaimana (mewahnya) kelambu Ka’bah?” Shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, tentunya keadaan kami di waktu itu lebih baik dari pada keadaan kami di hari ini. Kami akan memberikan perhatian sepenuhnya kepada masalah ibadah saja dan tidak bersusah payah lagi untuk mencari rezeki.” Lalu Nabi ﷺ bersabda, “Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih baik daripada keadaan kamu pada hari tersebut.” (HR. Tirmizi).
Baca Materi Khutbah Lainnya: Berlelah-lelah demi meraih jannah
Menurut Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, hadits ini statusnya dhaif (lemah) dan tidak bisa dijadikan landasan. Meskipun, Imam at Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini statusnya hasan. Di dalam as Silsilah ash Shahihah, Syaikh al-Albani memaparkan hadits riwayat Imam al-Baihaqi yang maknanya kurang lebih sama dengan hadits ini dan beliau menyatakan sanadnya shahih. Bunyi hadits tersebut adalah:
أَنْتُمُ الْيَوْمَ خَيْرٌ أَمْ إِذَا غَدَتْ عَلَيْكُمْ قَصْعَةٌ وَرَاحَتْ أُخْرَى وَيَغْدُو أَحَدُكُمْ فِى حُلَّةٍ وَيَرُوحُ فِى أُخْرَى وَتَسْتُرُونَ بُيُوتَكُمْ كَمَا تُسْتَرُ الْكَعْبَةُ
“Kalian hari ini lebih baik, ataukah orang-orang di zaman yang akan datang yang pagi makan suatu hidangan dan sore makan hidangan yang lain. Pagi berangkat dengan satu pakaian dan sore dengan pakaian yang lain, serta menutupi rumah seperti memberi kiswah pada Ka’bah?”
Meskipun dinyatakan dhaif, namun jika kita renungi, riwayat dalam hadits ini benar-benar menggambarkan kondisi akhir zaman secara tepat. Ada sebuah perbandingan yang ironis antara zaman Rasulullah ﷺ dan umat akhir zaman, kita termasuk di dalamnya. Yakni dalam pengaruh kesejahteraan dengan semangat dan kualitas ibadah.
Sidang shalat jum’at yang dimuliakan Allah ta’ala
Cobalah amati respon shahabat ketika Rasulullah ﷺ memaparkan kondisi masa depan yang sejahtera. Beliau menggambarkan; pagi-sore beda makanan dan pakaian. Menurut mereka, dalam kondisi yang sedemikian sejahtera, aktifitas apalagi yang akan dilakukan selain fokus beribadah dan menambah kuantitasnya? Menurut persepsi mereka, kesejahteraan itu paralel dengan fokus dan semangat ibadah. Semakin sejahtera, semakin semangatlah ibadahnya. Sebaliknya, semakin rendah taraf kesejahteraan, semakin rendah pula fokus dan semangat ibadah karena pikiran harus terbagi. Tetapi kenyataannya, semakin kaya semakin glamor. Semakin kaya semakin sibuk dengan pekerjaan dan lalai untuk beribadah.
Dunia telah dibukakan Allah pada kita semua. Di mana saat kita duduk di meja makan, pembantu datang membawa piring-piring penuh makanan. Seseorang pergi dengan satu stel pakaian dan pulang dengan pakaian lain. Atau dengan istilah ada pakaian untuk pergi dan ada pakaian untuk pulang. Sementara kaum muslimin menghias rumah semewah hiasan ka’bah. Intinya, kehidupan mewah boros dan manja sudah kita rasakan.
Hadis-hadis di atas menjelaskan bagaimana keadaan manusia di akhir zaman, ketika Allah membukakan dunia untuk manusia, maka kita menyaksikan bagaimana rumah, gedung, teknologi, komunikasi dan kemajuan yang semakin canggih hanya dalam hitungan bulan. Namun keadaan itu bukan membuat iman kita semakin bertambah, tetapi sebaliknya membuat manusia menjauh dari Allah ta’ala.
Baca Materi Khutbah Lainnya: Kewajiban Kita Berkontibusi Dalam Dakwah
Jama’ah shalat jum’at yang dimuliakan Allah ta’ala
Meski gaya hidup hedeonis dan glamor ummat hari ini telah digambarkan Rasulullah ﷺ, tetapi tentu kita tidak boleh larut dengan kondisi zaman. Kita harus ingat bahwa hidup ini adalah perjuangan dan bukan untuk bernikmat-nikmat. Bukankah Rasulullah ﷺ bersabda;
إِيَّكَ وَ التَّنَعُّمْ فَإِنَّ عِبَادَ اللهِ لَيْسُواْ بِالْمُتَنَعّمِيْنَ
“Hendaklah engkau hindari bernikmat-nikmat. Karena hamba Allah itu bukanlah mereka yang bernikmat-nikmat”. (HR. Ahmad, As-Silsilah As-Shahihah 1/621).
Kita juga harus ingat bahwa seluruh kenikmatan yang kita rasakan akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Allah ta’ala berfirman;
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur: 8).
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah.
Setiap orang akan ditanya berbagai macam nikmat yang mereka rasakan di dunia. Apakah mereka benar-benar telah bersyukur atas nikmat tersebut? Apakah benar mereka telah menunaikan hak Allah? Apakah mereka benar tidak menggunakan nikmat tersebut untuk maksiat? Ataukah mereka jadi orang yang terperdaya dengan nikmat? Atau mungkin mereka gunakan dalam maksiat? Jika demikian, tentu kelak mereka akan dibalas dengan siksa yang pedih.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُونَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): “Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri d muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik.” (QS. Al Ahqaf: 20).
Semoga kita tetap istiqomah di jalan kebenaran dan diselamatkan dari berbagai fitnah akhir zaman. Tidak ada daya dan kekauatan kecuali milik Allah ta’ala.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.